Menurut saya, fenomena pelecehan seksual ibarat angin…sesuatu yang ada dan nyata, bisa kita rasakan namun sulit untuk mengetahui bentuknya karena pemahaman setiap orang terhadap tindakan tersebut berbeda-beda. Misalnya saja ketika harus berdesak-desakan dikendaraan umum seperti bis atau kereta dimana penumpang baik laki-laki maupun perempuan ‘dipaksa’ harus berhimpitan sehingga tubuh yang satu menempel dengan tubuh lainnya. Tidak jarang situasi dan kondisi tersebut dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk melakukan pelecehan seksual dengan cara menempelkan alat kelaminnya ke tubuh orang lain. Saat itu terjadi, reaksi korban pun berbeda-beda, ada yang langsung marah atau melotot, berusaha menghindar dan ada juga yang hanya diam/cuek saja karena memaklumi kondisi yang serba terbatas tersebut. Dalam kondisi seperti itu, korban sering kali mengalami kesulitan untuk ‘melawan’ karena pelaku memiliki 1001 macam alasan yang justru bisa memojokkan dan membuat malu korban.
Saya pernah membaca kisah pelecehan disebuah majalah (saya lupa nama majalahnya). Korban bercerita bahwa ketika dia akan berangkat kekantor dengan kereta keadaannya sangat penuh dan dia harus berdiri, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang jongkok didekatnya dan mengelus-elus kakinya, spontan saja dia marah-marah namun yang membuatnya kaget adalah laki-laki tersebut justru balik memarahinya dan berkata “kalau tidak mau desak-desakan ya naik taksi aja”… Apa yang dialami korban ibarat sudah jatuh tertimpa tangga…sudah dilecehkan secara fisik juga dilecehkan secara psikologis karena dipermalukan di depan umum.
Dengan demikian, ada baiknya kita mengetahui definisi pelecehan seksual untuk menyamakan persepsi serta adakah peraturan atau Undang-undang yang melindungi seseorang dari tindakan pelecehan seksual dan menjerat pelakunya secara hukum?
Istilah pelecehan baru hadir dalam perbendaharaan kita pada tahun 1988 yakni sewaktu diadakan seminar tentang pelecehan terhadap perempuan yang diselenggarakan oleh FISIP UI namun tidak ada definisi tertentu tentang pelecehan ini kecuali mengacu pada pengertian “Sexual Harassment”.
Sexual Harassment diartikan sebagai “unwelcome attention” (Martin Eskenazi & David Gallen : 1992) atau secara hukum didefinisikan sebagai “imposition of unwelcome sexual demands or the creation of sexually offensive environments” (Deborah L. Rhode : 1993 : 231). (Potret Perempuan, hal. 99 – 100).
Sexual Harassment menurut Advisory Committee Yale College Grevance Board and New York, seperti dikutip oleh Judith Berman Bradenburg adalah “semua tingkah laku seksual atau kecenderungan untuk bertingkah laku seksual yang tidak diinginkan oleh seseorang baik verbal (psikologis) atau fisik yang menurut si penerima tingkah laku sebagai merendahkan martabat, penghinaan, intimidasi atau paksaan.” (Perempuan, Kesetaraan dan Keadilan, hal. 69). Definisi lain menyebutkan “Pelecehan Seksual adalah perilaku atau tindakan yang mengganggu, menjengkelkan dan tidak diundang yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang terhadap pihak lain, yang berkaitan langsung dengan jenis kelamin pihak yang diganggunya dan dirasakan menurunkan harkat dan martabat diri orang yang diganggunya. Perilaku ini bisa bersifat fisik dan mental, serta bisa verbal ataupun non-verbal serta mengganggu aspek fisik, mental, emosional dan spiritual korban”. (Don’t Touch Me, hal. 2 – 3).
Berdasarkan hal tersebut diatas, pelecehan seksual bisa dialami siapa saja, kapan saja dan dimana saja baik laki-laki dan perempuan, anak kecil ataupun orang tua, ditempat ramai ataupun sepi bahkan didalam rumah bisa terjadi pelecehan dimana pelakunya bisa saja orang tua, kakak/adik, saudara yang kebetulan tinggal bersama kita, majikan terhadap pembantu dan masih banyak lagi kasus pelecehan seksual yang terjadi. Tidak percaya…? Sekali-sekali tonton dong berita kriminal di televisi, membaca berita di internet atau media massa seperti Koran/majalah ataupun mendengarkan radio karena berita tersebut dapat membuka mata dan membuat kita geleng-geleng kepala dengan apa yang terjadi pada masyarakat di sekitar kita. Pelakunya juga tidak selalu orang-orang yang bermuka garang, berpakaian dekil seperti preman tetapi juga orang-orang yang berpakaian rapi dan dihormati seperti guru, pemuka agama, pemimpin organisasi/desa dll.
Adapun tindakan yang dikategorikan sebagai tindak pelecehan seksual dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) yaitu secara lisan/ucapan, gerak tubuh/gesture, fisik dan yang terakhir adalah pada level pikiran/anggapan yang dapat merendahkan harkat & martabat seseorang (terutama perempuan). (Don’t Touch Me, hal. 7 – 13).
Tambahan informasi, pelecehan seksual di Indonesia dikategorikan sebagai Hukum Pidana. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), ada beberapa pasal yang mengatur tentang pelecehan seksual. Istilah yang banyak digunakan adalah ‘pencabulan’.
KUHP pasal 289-296 merupakan pasal-pasal tentang Pencabulan.
KUHP Pasal 295-297 merupakan pasal-pasal tentang Penghubungan Pencabulan.
KUHP pasal 281-282 merupakan pasal-pasal tentang Tindak Pidana terhadap Kesusilaan.
Selain itu, ada juga Undang-undang yang mengatur tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga yaitu UU no. 23 tahun 2004 serta UU mengenai perlindungan anak yaitu UU no. 23 tahun 2002, terutama pasal 13 ayat 1, UU no. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dll. (Don’t Touch Me, hal. 146 – 151)
Dengan adanya peraturan tersebut, diharapkan pelaku tindak pelecehan seksual dapat berkurang jumlahnya, untuk itu diperlukan kerjasama dari berbagai pihak baik berupa laporan dari korban maupun aparat penegak hukum agar menjalankan aturan yang ada & menindak tegas pelaku sesuai aturan yang berlaku tanpa pandang bulu. Hal yang paling penting adalah kita harus selalu waspada dan lebih peka dengan keadaan sekitar serta berdoa agar selalu mendapatkan perlindungan dari Tuhan.
Refferensi :
Don’t Touch Me,
Penulis : Andi Tenri Dala, Erawati Tf, Astri Taat, Anisa Kuffa, Iecha,
Penerbit : PT. Lingkar Pena Kreativa Jakarta
Potret Perempuan,
Penulis : Nursyahbani Atjasungkana, Loekman Soetrino, Afan Gaffar, Revrisond Baswir, Bambang Poernomo, Tadjuddin Noer Effendi, Atho Mudzhar, Hamim Ilyas, Endang Sulistyaningsih,
Penerbit : Pusat Studi Wanita (PSW) bekerjasama dengan Pustaka Pelajar (anggota IKAPI)
Foto : okezone.com
Copyright from pondokinfo.com
Saya pernah membaca kisah pelecehan disebuah majalah (saya lupa nama majalahnya). Korban bercerita bahwa ketika dia akan berangkat kekantor dengan kereta keadaannya sangat penuh dan dia harus berdiri, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang jongkok didekatnya dan mengelus-elus kakinya, spontan saja dia marah-marah namun yang membuatnya kaget adalah laki-laki tersebut justru balik memarahinya dan berkata “kalau tidak mau desak-desakan ya naik taksi aja”… Apa yang dialami korban ibarat sudah jatuh tertimpa tangga…sudah dilecehkan secara fisik juga dilecehkan secara psikologis karena dipermalukan di depan umum.
Dengan demikian, ada baiknya kita mengetahui definisi pelecehan seksual untuk menyamakan persepsi serta adakah peraturan atau Undang-undang yang melindungi seseorang dari tindakan pelecehan seksual dan menjerat pelakunya secara hukum?
Istilah pelecehan baru hadir dalam perbendaharaan kita pada tahun 1988 yakni sewaktu diadakan seminar tentang pelecehan terhadap perempuan yang diselenggarakan oleh FISIP UI namun tidak ada definisi tertentu tentang pelecehan ini kecuali mengacu pada pengertian “Sexual Harassment”.
Sexual Harassment diartikan sebagai “unwelcome attention” (Martin Eskenazi & David Gallen : 1992) atau secara hukum didefinisikan sebagai “imposition of unwelcome sexual demands or the creation of sexually offensive environments” (Deborah L. Rhode : 1993 : 231). (Potret Perempuan, hal. 99 – 100).
Sexual Harassment menurut Advisory Committee Yale College Grevance Board and New York, seperti dikutip oleh Judith Berman Bradenburg adalah “semua tingkah laku seksual atau kecenderungan untuk bertingkah laku seksual yang tidak diinginkan oleh seseorang baik verbal (psikologis) atau fisik yang menurut si penerima tingkah laku sebagai merendahkan martabat, penghinaan, intimidasi atau paksaan.” (Perempuan, Kesetaraan dan Keadilan, hal. 69). Definisi lain menyebutkan “Pelecehan Seksual adalah perilaku atau tindakan yang mengganggu, menjengkelkan dan tidak diundang yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang terhadap pihak lain, yang berkaitan langsung dengan jenis kelamin pihak yang diganggunya dan dirasakan menurunkan harkat dan martabat diri orang yang diganggunya. Perilaku ini bisa bersifat fisik dan mental, serta bisa verbal ataupun non-verbal serta mengganggu aspek fisik, mental, emosional dan spiritual korban”. (Don’t Touch Me, hal. 2 – 3).
Berdasarkan hal tersebut diatas, pelecehan seksual bisa dialami siapa saja, kapan saja dan dimana saja baik laki-laki dan perempuan, anak kecil ataupun orang tua, ditempat ramai ataupun sepi bahkan didalam rumah bisa terjadi pelecehan dimana pelakunya bisa saja orang tua, kakak/adik, saudara yang kebetulan tinggal bersama kita, majikan terhadap pembantu dan masih banyak lagi kasus pelecehan seksual yang terjadi. Tidak percaya…? Sekali-sekali tonton dong berita kriminal di televisi, membaca berita di internet atau media massa seperti Koran/majalah ataupun mendengarkan radio karena berita tersebut dapat membuka mata dan membuat kita geleng-geleng kepala dengan apa yang terjadi pada masyarakat di sekitar kita. Pelakunya juga tidak selalu orang-orang yang bermuka garang, berpakaian dekil seperti preman tetapi juga orang-orang yang berpakaian rapi dan dihormati seperti guru, pemuka agama, pemimpin organisasi/desa dll.
Adapun tindakan yang dikategorikan sebagai tindak pelecehan seksual dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) yaitu secara lisan/ucapan, gerak tubuh/gesture, fisik dan yang terakhir adalah pada level pikiran/anggapan yang dapat merendahkan harkat & martabat seseorang (terutama perempuan). (Don’t Touch Me, hal. 7 – 13).
Tambahan informasi, pelecehan seksual di Indonesia dikategorikan sebagai Hukum Pidana. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), ada beberapa pasal yang mengatur tentang pelecehan seksual. Istilah yang banyak digunakan adalah ‘pencabulan’.
KUHP pasal 289-296 merupakan pasal-pasal tentang Pencabulan.
KUHP Pasal 295-297 merupakan pasal-pasal tentang Penghubungan Pencabulan.
KUHP pasal 281-282 merupakan pasal-pasal tentang Tindak Pidana terhadap Kesusilaan.
Selain itu, ada juga Undang-undang yang mengatur tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga yaitu UU no. 23 tahun 2004 serta UU mengenai perlindungan anak yaitu UU no. 23 tahun 2002, terutama pasal 13 ayat 1, UU no. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dll. (Don’t Touch Me, hal. 146 – 151)
Dengan adanya peraturan tersebut, diharapkan pelaku tindak pelecehan seksual dapat berkurang jumlahnya, untuk itu diperlukan kerjasama dari berbagai pihak baik berupa laporan dari korban maupun aparat penegak hukum agar menjalankan aturan yang ada & menindak tegas pelaku sesuai aturan yang berlaku tanpa pandang bulu. Hal yang paling penting adalah kita harus selalu waspada dan lebih peka dengan keadaan sekitar serta berdoa agar selalu mendapatkan perlindungan dari Tuhan.
Refferensi :
Don’t Touch Me,
Penulis : Andi Tenri Dala, Erawati Tf, Astri Taat, Anisa Kuffa, Iecha,
Penerbit : PT. Lingkar Pena Kreativa Jakarta
Potret Perempuan,
Penulis : Nursyahbani Atjasungkana, Loekman Soetrino, Afan Gaffar, Revrisond Baswir, Bambang Poernomo, Tadjuddin Noer Effendi, Atho Mudzhar, Hamim Ilyas, Endang Sulistyaningsih,
Penerbit : Pusat Studi Wanita (PSW) bekerjasama dengan Pustaka Pelajar (anggota IKAPI)
Foto : okezone.com
Copyright from pondokinfo.com
0 Comments:
Posting Komentar
Maaf semua komentar kami moderasi. Budayakan komentar yang santun demi kenyamanan semua pembaca yang berkunjung ke blog ini. Salam Blogger ;-)