
Sudah menjadi rahasia umum kegiatan MOS identik dengan kekerasan. Dan kegiatan ini justru tidak sepenuhnya membentuk intelektualitas. Para senior dengan tanpa beban melakukan abuse terhadap siswa-siswa baru yang sama sekali tidak mempunyai salah terhadap mereka. Mereka para senior bersenang-senang sepihak atas nama tradisi.
Saya masih ingat delapan tahun yang lalu, tahun 2002, ketika saya masuk ke salah satu STM di Wonogiri. Seluruh siswa baru diwajibkan memakai rumbai-rumbai rafia, topi dari ceting, memakai rompi kardus bekas supermi, membawa tas dari bekas kemasan terigu dan berbagai aksesoris lainnya yang menurut saya tidak penting. Bukankah ini sebuah pemborosan??? Misalkan untuk biaya MOS tersebut harus menghabiskan Rp 100.000,- per siswa, padahal jumlah siswa baru 400 anak. Berapa angka rupiah yang harus digunakan untuk membeli barang yang tidak bermanfaat tersebut?
Memang pengenalan awal tentang sekolah sangat penting. Dan MOS adalah wadah untuk melakukan itu. Tetapi alangkah baiknya bila kegiatan itu dilakukan pembenahan tentang tata caranya. Sehingga sistem pendidikan di negara kita akan menjawab tuntutan jaman.
Sekedar mengacungkan jari, alias usul. Untuk Bapak/ Ibu Guru yang kebetulan membaca tulisan ini, alangkah baiknya jika meninjau ulang dan melakukan pembenahan terhadap kegiatan Masa Orientasi Siswa (MOS). Dan akan lebih baik bila menghapus, atau setidaknya meminimalisir unsur buruk yang terkandung dalam kegiatan MOS tersebut.
skarang emang mosnya aneh2
BalasHapuseh salam kenal
izin follow
follow back yah
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.